Contoh Cerpen Dengan Sudut Pandang Orang Ketiga Pelaku Utama Serba Tahu

Setidaknya ada beberapa jenis rujukan cerpen jikalau ditinjau dari kedudukan tokoh dan sudut pandang pengarangnya, diantaranya; cerpen sudut pendang orang pertama pelaku utama, cerpen sudut pandang orang pertama pelaku sampingan, cerpen sudut pandang orang ketiga pelaku utama dan cerpen sudut pandang orang ketiga pelaku sampingan serta cerpen sudut pandang orang ketiga serba tahu.

Pada pembahasan kali ini kami ingin mengetengahkan rujukan cerpen dengan sudut pandang orang ketiga  pelaku utama serba tahu. Silahkan menyimak!

Contoh cerpen sudut pandang orang ketiga


Wabah
Cerpen A. Mustofa Bisri

Mula-mula tak ada seorang pun di rumah keluarga besar itu yang berterus terang. Masing-masing memendam pengalaman asing yang dirasakannya dan curiga kepada yang lain. Masing-masing hanya bertanya dalam hati, “Bau apa ini?” Lalu keadaan itu meningkat menjadi bisik-bisik antar “kelompok” dalam keluarga besar itu.

Kakek berbisik-bisik dengan nenek. “Kau mencium sesuatu, nek?”

“Ya. Bau asing yang tak sedap!” jawab nenek.

“Siapa gerangan yang mengeluarkan anyir asing tak sedap ini?”

“Mungkin anakmu.”

“Belum tentu; boleh jadi cucumu!”

“Atau salah seorang pembantu kita.”

Ayah berbisik-bisik dengan ibu. “Kau mencium sesuatu, Bu?”

“Ya. Bau asing yang tak sedap!” jawab ibu.

“Siapa gerangan yang mengeluarkan anyir asing tak sedap ini?”

“Mungkin ibumu.”

“Belum tentu; boleh jadi menantumu.”

“Atau salah seorang pembantu kita.”

Demikianlah para menantu pun berbisik-bisik dengan istri atau suam masing-masing. Anak-anak berbisik antarmereka. Para pembantu berbisikbisik antarmereka. Kemudian keadaan bermetamorfosis bisik-bisik lintas “kelompok”. Kakek berbisik-bisik dengan ayah atau menantu pria atau pembantu laki-laki.

Nenek berbisik-bisik dengan ibu atau menantu wanita atau pembantu perempuan. Para menantu berbisik-bisik dengan orang renta masing-masing. Ibu berbisik-bisik dengan anak perempuannya atau menantu perempuannya atau pembantu perempuan. Ayah berbisik-bisik dengan anak laki-lakinya atau menantu laki-lakinya atau pembantu laki-laki. Akhirnya semuanya berbisik-bisik dengan semuanya.

Setidaknya ada beberapa jenis rujukan cerpen jikalau ditinjau dari kedudukan tokoh dan sudut p Contoh Cerpen dengan Sudut Pandang Orang Ketiga Pelaku Utama Serba Tahu
Wabah
Bau asing tak sedap yang mula-mula dikira hanya tercium oleh masingmasing itu semakin menjadi masalah, saat bisik-bisik bermetamorfosis saling curiga antarmereka. Apalagi setiap hari selalu bertambah saja anggota keluarga yang terang-terangan menutup hidungnya apabila sedang berkumpul. Akhirnya sesudah semuanya menutup hidung setiap kali berkumpul, mereka pun sadar bahwa ternyata semuanya mencium anyir asing tak sedap itu.

Mereka pun mengadakan pertemuan khusus untuk membicarakan duduk masalah yang mengganggu ketenangan keluarga besar itu. Masing-masing tidak ada yang mau mengakui bahwa dirinya ialah sumber dari anyir asing tak sedap itu. Masing-masing menuduh yang lainlah sumber anyir asing tak sedap itu.

Untuk menghindari pertengkaran dan biar pembicaraan tidak mengalami deadlock, maka untuk sementara fokus pembicaraan dialihkan kepada menganalisa saja mengapa muncul anyir asing tak sedap itu.

Alhasil, didapat kesimpulan yang disepakati bersama bahwa anyir itu timbul alasannya kurangnya perhatian terhadap kebersihan. Oleh alasannya itu diputuskan biar semua anggota keluarga meningkatkan penjagaan kebersihan; baik kebersihan diri maupun lingkungan. Selain para pembantu, semua anggota keluarga diwajibkan untuk ikut menjaga kebersihan rumah dan halaman. Setiap hari, masing-masing memiliki jadwal kerja bakti sendiri. Ada yang bertanggung jawab menjaga kebersihan kamar tidur, ruang tamu, ruang makan, dapur, kamar mandi, dan seterusnya. Sampah tidak boleh dibuang di sembarang tempat. Menumpuk atau merendam pakaian kotor dihentikan keras.

Juga disepakati untuk membangun beberapa kamar mandi baru. Tujuannya biar tak ada seorang pun anggota keluarga yang tidak mandi dengan alasan malas. Siapa tahu anyir itu muncul justru dari mereka yang malas mandi. Di samping itu, semua anggota keluarga diharuskan menggunakan parfum dan menyemprot kamar masing-masing dengan penyedap ruangan.

Semua benda dan materi masakan yang menimbulkan anyir menyerupai trasi, ikan asin, jengkol, dan sebagainya dihentikan dikonsumsi dan tidak boleh ada dalam rumah. Setiap jengkal tanah yang sanggup ditanami, ditanami bunga-bunga yang berbau wangi menyerupai mawar, melati, kenanga, dan sebagainya.

Ketika kemudian segala upaya itu ternyata tidak membuahkan hasil dan justru anyir asing tak sedap itu semakin menyengat, maka mereka menyepakati untuk beramai-ramai memeriksakan diri. Jangan-jangan ada seseorang atau bahkan beberapa orang di antara mereka yang mengidap sesuatu penyakit.

Mereka percaya ada beberapa penyakit yang sanggup menimbulkan anyir menyerupai sakit gigi, sakit lambung, paru-paru, dan sebagainya. Pertama-tama mereka tiba ke puskesmas dan satu per satu mereka diperiksa. Ternyata semua dokter puskesmas yang menyidik mereka menyatakan bahwa mereka semua sehat. Tak ada seorang pun yang mengidap sesuatu penyakit. Tak puas dengan investigasi di puskesmas, mereka pun mendatangi dokter-dokter spesialis; mulai dari seorang jago THT, dokter gigi, sampai jago penyakit dalam. Hasilnya sama saja. Semua dokter yang menyidik tidak menemukan kelainan apa pun pada kesemuanya.

Mereka merasa besar hati alasannya oleh semua dokter —mulai dari dokter puskesmas sampai dokter-dokter spesialis— di kota, mereka dinyatakan sehat. Setidak-tidaknya anyir asing dan busuk yang meruap di rumah mereka kemungkinan besar tidak berasal dari penyakit yang mereka idap. Namun ini tidak memecahkan masalah. Sebab anyir asing tak sedap itu semakin hari justru semakin menyesakkan dada. Mereka pun berembug kembali.

“Sebaiknya kita cari saja orang pintar;” undangan kakek sambil menutup hidung, “siapa tahu sanggup memecahkan duduk masalah kita ini.”

“Paranormal, maksud kakek?” sahut salah seorang menantu sambil menutup hidung.

“Paranormal, kiai, dukun, atau apa sajalah istilahnya; pokoknya yang sanggup melihat hal-hal yang gaib.”

“Ya, itu ilham bagus,” kata ayah sambil menutup hidung mendukung ilham kakek, “Jangan-jangan anyir asing tak sedap ini memang bersumber dari makhluk atau benda halus yang tidak kasat mata.”

“Memang layak kita coba,” timpal ibu sambil menutup hidung, “orang gede dan pejabat tinggi saja tiba ke “orang pintar” untuk kepentingan pribadi, apalagi kita yang memiliki duduk masalah besar menyerupai ini.”

Ringkas kata karenanya mereka beramai-ramai mendatangi seorang yang populer “pintar”. “Orang pintar” itu memiliki banyak panggilan. Ada yang memanggilnya Eyang, Kiai, atau Ki saja. Mereka kira mudah. Ternyata pasien “orang pintar” itu jauh melebihi pasien dokter-dokter seorang jago yang sudah mereka kunjungi. Mereka harus antre seminggu lamanya, gres sanggup bertemu “orang pintar” itu.

Begitu masuk ruang praktik sang Eyang atau sang Kiai atau sang Ki, mereka terkejut setengah mati. Tercium oleh mereka anyir yang luar biasa busuk. Semakin erat mereka dengan si “orang pintar” itu, semakin dahsyat anyir busuk menghantam hidung-hidung mereka. Padahal mereka sudah menutupnya dengan semacam masker khusus. Beberapa di antara mereka sudah ada yang benar-benar pingsan. Mereka pun balik kanan. Mengurungkan niat mereka berkonsultasi dengan dukun yang ternyata lebih busuk baunya daripada mereka itu.

Keluar dari ruang praktik, mereka gres menyadari bahwa semua pasien yang menunggu giliran ternyata menggunakan masker. Juga saat mereka keluar dari rumah sang dukun mereka gres ngeh bahwa semua orang yang mereka jumpai di jalan, ternyata menggunakan masker.

Mungkin alasannya beberapa hari ini seluruh perhatian mereka tersita oleh problem anyir di rumah tangga mereka sendiri, mereka tidak sempat memperhatikan dunia di luar mereka. Maka saat mereka sudah hampir frustasi dalam perjuangan mencari pemecahan problem tersebut, gres mereka kembali membaca koran, melihat TV, dan mendengarkan radio menyerupai kebiasaan mereka yang sudah-sudah. Dan mereka pun terguncang. Dari siaran TV yang mereka saksikan, koran-koran yang mereka baca, dan radio yang mereka dengarkan kemudian, mereka menjadi tahu bahwa anyir asing tak sedap yang semakin hari semakin menyengat itu ternyata sudah mewabah di negerinya.

Wabah anyir yang tak terang sumber asalnya itu menjadi pembicaraan nasional. Apalagi sesudah korban berjatuhan setiap hari dan jumlahnya terus meningkat. Ulasan-ulasan arif pandai dari aneka macam kalangan ditayangkan di semua susukan TV, diudarakan melalui radio-radio, dan memenuhi kolom kolom koran serta majalah. Bau asing tak sedap itu disoroti dari aneka macam sudut oleh aneka macam pakar aneka macam disiplin.

Para jago kedokteran, ulama, penggagas LSM, pembela HAM, paranormal, budayawan, sampai politisi, memberikan pendapatnya dari sudut pandang masing-masing. Mereka semua —seperti halnya keluarga besar kita— mewaspadai banyak pihak sebagai sumber anyir asing tak sedap itu. Tapi —seperti keluarga besar kita—tak ada seorang pun di antara mereka yang mewaspadai dirinya sendiri.

Hingga dongeng ini ditulis, misteri wabah anyir asing tak sedap itu belum terpecahkan. Tapi sepertinya sudah tidak merisaukan warga negeri — termasuk keluarga besar itu— lagi. Karena mereka semua sudah terbiasa dan menjadi kebal. Bahkan masker epilog hidung pun mereka tak memerlukannya lagi. Kehidupan mereka jalani secara masuk akal menyerupai biasa dengan rasa kondusif tanpa terganggu.

***

Rembang, 6 Juni 2003
Sumber : HTTP://KUMPULANCERPEN.BLOGSPOT.COM/

Baca: Macam-macam sudut pandang dalam Cerpen

Baca juga: Sudut Pandang Orang Pertama
Sumber https://www.berpendidikan.com
Buat lebih berguna, kongsi:

Contoh Permintaan Pengajian Pelantikan Masjid / Mushola

Contoh Undangan Pengajian Peresmian Masjid / Musholla. Surat undangan merupakan surat yang memberitahukan, mengajak, suatu usul atau permo...

close