Anies Tak Terduga, Kompas Indonesia Banget

Anies Tak Terduga, Kompas Indonesia Banget


Tertarik menulis ini sebab ada momentum Pilkada Serentak, alias Pemilihan Kepala Daerah Serentak di 101 wilayah, di seluruh Indonesia. Hampir semua stasiun televisi menyiarkan hasil penghitungan cepat. Ada yang menciptakan jadwal khusus, ada pula yang menyelipkan hasil penghitungan cepat di sisi layar sementara jadwal yang ditayangkan masih sinetron.

Pilkada serentak, oleh Iwan Fals disingkat lagi (lebih tepatnya diakronimkan lagi) menjadi pilkatak. Padahal, Pilkada sudah akronim, masih diakronimkan lagi. Bahkan Iwan Fals sempat menulis melalui akun twitternya teot teblung teot teblung kalau milih jangan salah biar tidak buntung.


Tidak dapat dipungkiri, pilkada yang paling menyedot perhatian yaitu Pilkada DKI Jakarta. Hal ini masuk akal sebab DKI Jakarta yaitu Ibu Kota Negara Indonesia. Selain itu, para kandidat yang bertarung dalam Pilkada tersebut yaitu tokoh-tokoh nasional yang memang sudah terkenal. Lebih-lebih tokoh yang terlibat pribadi dalam pilkada tersebut yaitu tokoh besar di negari ini. SBY yang turun pribadi mengawal pencolanan anaknya, Prabowo, dan banyak tokoh lainnya. Akses media yang sangat gampang juga memengaruhi bombastisnya pemberitaan wacana pilkada Jakarta.

Berdasarkan hasil penelitian media yang ditayangkan di Metrotv, Ahok dan Agus sebetulnya yang paling banyak dibicarakan melalui media. Sementara, Anies-Sandi jarang dibicarakan oleh media, tetapi beberapa hasil hitung cepat forum survei menempatkan Ahok dan Anies sebagai calon yang melaju pada putaran kedua. Tentu ini di luar dugaan beberapa orang.
Tetapi, bila dipikir lebih jauh fenomena ini dapat dijelaskan. Anies menjadi calon alternatif di tengah permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh pasangan calon yang lain. Ahok dengan problem penistaan agamnya, dan Sylvi dengan problem tuduhan korupsi. Belum lagi problem SBY yang juga berdampak pada anaknya.

Tidak hanya diuntungkan oleh kondisi kasus aturan yang dihadapi oleh kedua pasang calon yang lain, Anies-Sandi juga layak menjadi penantang Ahok sebab konsep kampanye yang jelas, santun, dan terukur.  Agus selalu mengampanyekan hal yang bombastis dan cenderung tidak masuk akal. Agus menjanjikan satu RT satu miliar. Juga menyampaikan bahwa akan membangun rumah apung tanpa menggusur.

Untuk menyanggah pandangan gres Agus tersebut pendukung Ahok dengan gampang menyampaikan “Rumah apung itu kalau banjir dapat pindah-pindah, gitu ya?”. Tentu ini di luar nalar.

Sementara Anies, dengan kesantunan tutur kata, layak menjadi penantang Ahok sebab beliau tidak pernah menjelek-jelekkan jadwal Ahok (yang dijanjikan bersama Jokowi dulu). Anies berjanji akan melanjutkan jadwal Ahok yang baik dan menambah hal baik dari jadwal tersebut.

Dalam pernyataan dan perang di sosial media, Anies juga selalu menciptakan tagar yang kalem. Misalnya #coblosPecinya3. Tidak menyerang lawan lain, tetapi menunjukkan keunggulan diri dan program.

Karena saya sudah telanjur sok menjadi pengamat politik, maka saya akhiri pembahasan mengenai Anies. Beralih ke Kompas dan KompasTV. Di tengah bertebarannya istilah gila dalam stasiun televisi yang lain, KompasTV yang paling konsisten memakai istilah-istilah yang terasa sangat Indonesia.

Berikut ini yaitu istilah-istilah gila yang sering muncul dalam berita-berita pemilihan kepala tempat maupun pemilihan presiden.

Incumbent adalah calon kepala tempat (pemimpin) yang sebelumnya sudah menjabat dan mencalonkan diri untuk kedua kalinya.

Quick Count yaitu proses menghitung hasil perolehan bunyi dengan memakai teknik pengambilan sampel beberapa tempat pemungutan suara. Hasil penghitungan biasanya berupa persentase hasil bunyi yang diperoleh.

Real Count adalah penghitungan jumlah bunyi hasil pemilu. Jumlah yang diperoleh berupah bilangan angka sesuai dengan keadaan.

Margin of Error adalah rentang naik maupun turun hasil persentase penghitungan suara.

Exit Poll adalah metode survei yang dilakukan dengan menanyai pribadi orang yang gres saja memakai hak pilih dan keluar dari tempat pemungutan suara.

Istilah-istilah di atas merupakan istilah gila yang belum diindonesiakan. Bahkan pengucapannya pun masih terasa sangat Inggris. Kompas tidak memakai istilah-istilah tersebut. Kompas TV, baik penyiar maupun para pakar yang ditanyai,  memakai padanannya dalam bahasa Indonesia.

Bahasa Indonesia untuk incumbent adalah petahana,  yang berasal dari kata tahana yang mendapat imbuhan (awalan) pe-. Artinya sama persis dengan incumbent.

Bahasa Indonesia untuk Quick Count adalah hitung cepat.

Bahasa Indonesia untuk real count adalah hitung langsung. Meskipun, arti real adalah nyata, Kompas tidak memakai kata tersebut, lebih menentukan kata hitung langsung. Hal ini berkaitan dengan pilihan kata yang lebih pas.

Bahasa Indonesia untuk margin of error adalah simpang kesalahan. Jadi, rentang naik turun angka yaitu simpangan kesalahan. Ini istilah yang dipakai dalam istilah matematika. Untuk menyebut rentang tertinggi dan rentang terendah, dipakai istilah simpangan. Sebenarnya dapat juga dipakai kata rentang. Tetapi, kata rentang identik dengan sesuatu yang mendatar. Bukan yang naik turun.


Istilah-istilah yang digagas dan dipopulerkan oleh media Kompas sangat membantu dan memperteguh posisi Bahasa Indonesia yang memang seharusnya mandiri. Jempol untuk Kompas!
Buat lebih berguna, kongsi:

Trending Kini:

Contoh Permintaan Pengajian Pelantikan Masjid / Mushola

Contoh Undangan Pengajian Peresmian Masjid / Musholla. Surat undangan merupakan surat yang memberitahukan, mengajak, suatu usul atau permo...